PROPERTI CIREBON – Sama-sama menjadi tanda bukti kepemilikan aset properti, ini dia sejumlah perbedaan sertifikat tanah dan rumah yang perlu kamu pahami!
Sertifikat merupakan tanda bukti kepemilikan aset properti yang sangat penting.
Dokumen ini menjamin hakmu atas sebuah properti di mata hukum.
Dengan begitu, di masa depan kamu bisa terhindar dari masalah sengketa yang mungkin muncul.
Di Indonesia sendiri, ada dua jenis dokumen yang beredar, yakni sertifikat tanah dan rumah.
Keduanya sama-sama memiliki kekuatan hukum, tetapi fungsinya berbeda.
Untuk lebih jelasnya, ini dia penjelasan lengkap mengenai perbedaan sertifikat tanah dan rumah!
Sertifikat tanah merupakan dokumen negara yang membuktikan hakmu atas sebidang tanah.
Dokumen ini dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) sehingga memiliki legalitas hukum yang kuat.
Sementara sertifikat rumah merupakan tanda bukti kepemilikan rumah atau bangunan.
Bentuknya bisa berupa Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atau bukti transaksi properti seperti Akta Jual Beli.
Dari segi kekuatan hukum, sertifikat tanah lebih unggul karena merupakan dokumen resmi dari pemerintah.
Kedudukannya bahkan dijelaskan dalam Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Menurut pasal tersebut, hak milik adalah turun-menurun, terkuat, dan penuh yang dapat dipunyai orang atas tanah.
Sebagai catatan, sertifikat tanah biasanya sudah mencakup hak kepemilikan atas bangunan yang berdiri di atasnya.
Sementara sertifikat rumah tidak memberimu hak atas lahan yang menjadi pondasi dari bangunan tersebut.
Pertama, ada Sertifikat Hak Milik yang memberi seseorang hak penuh atas tanah dan bangunan.
Sertifikat tanah ini berlaku seumur hidup dan bisa kamu wariskan ataupun pindahtangankan kepada pihak lain.
Kamu juga bisa menggunakannya sebagai jaminan kredit perbankan di momen mendesak.
Namun, sertifikat tanah hanya dapat dimiliki oleh Warga Negara Indonesia (WNI) saja.
Selanjutnya, ada SHGB yang memungkinkan seseorang membangun rumah atau gedung di atas tanah yang bukan miliknya.
Dokumen ini memberimu hak atas bangunan tersebut selama batas waktu yang ditetapkan.
Berpatokan pada Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Pasal 35, sertifikat ini hanya berlaku selama 30 tahun.
Namun, ada kesempatan untuk memperpanjangnya selama 20 tahun.
Setelah masa berlakunya habis, kamu harus mengembalikan tanah kepada pemiliknya.
Sebagai catatan, sertifikat rumah ini bisa dimiliki oleh Warga Negara Asing (WNA), lo.
Selanjutnya, ada dokumen SHSRS yang memberi hak kepemilikan atas rumah susun dan apartemen.
Ini merupakan legalitas hak seseorang atas hunian yang berdiri di atas lahan dengan kepemilikan bersama.
Tidak hanya untuk hunian vertikal, SHSRS lazim digunakan untuk bukti kepemilikan gedung perkantoran, kios komersial, kondominium, dan lainnya.
Menariknya, sertifikat rumah satu ini bisa kamu pindahtangankan dan menjadi jaminan pengajuan kredit.
Terakhir, ada sertifikat tanah berupa surat girik atau petok D.
Fungsinya adalah untuk menerangkan status tanah girik atau lahan bekas hak milik adat.
Lahan-lahan tersebut umumnya belum terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Namun, surat ini bukanlah bukti kepemilikan, tetapi hanya memberi keterangan identitas pembayar pajak atas lahan tersebut.
Karena itulah kedudukan hukum sertifikat satu ini sangat lemah jika kamu bandingkan dengan yang lain.
Lagi cari rumah yang memiliki sertifikat dan harganya lebih murah di bawah nilai pasar?
Jangan ragu temukan pilihan terbaiknya melalui penawaran khusus di www.properticirebon.id dan www.rumahcirebon.id
Jl. Nyi Gede Cangkring, Perum Pondok Mutiara Blok M3/L6 Tegalsari Plered Kab. Cirebon | |
0811202771 | |
info@properticirebon.id |